The Beginning of Everything - Awal Segalanya oleh Robyn Schneider

Robyn Schneider
The Beginning of Everything
Gramedia Pustaka Utama
328 halaman
6.2

Blurb
Ezra Faulkner, cowok paling populer di sekolah, percaya bahwa semua orang pasti akan mengalami tragedi. Begitu pun dirinya. Pada suatu malam, pengemudi ceroboh menabrak Ezra sehingga menghancurkan lutut, karier atletik, dan kehidupan sosialnya.

Saat tersingkir dari kalangan anak keren, ia berkenalan dengan Cassidy Thorpe. Gadis itu melibatkan Ezra dalam petualangan tak berkesudahan. Namun, ketika asyik dengan persahabatan dan kisah cinta baru, Ezra jadi tahu bahwa ternyata ada orang-orang yang ia salah artikan.

Akibatnya, ia sekarang berpikir: kalau kecelakaan kemarin sudah menghantam dan mengubah seluruh hidupnya, apa yang akan terjadi jika tragedi lain menyusul?

“Novel menarik tentang anak-anak cerdas yang melakukan hal-hal asyik ini akan menarik bagi pembaca John Green…”
—Booklist (starred review) 


Review
"And at once I knew... I was not magnificent" begitu kata Justin Vernon dariBon Iver di lagu mereka, "Holocene". Buat saya, "Holocene" seperti semacam epifani bahwa manusia merupakan makhluk kecil di dunia ini, bahwa manusia tak tahu apa yang akan menantinya nanti. Mendengarkan "Holocene" membuat saya merasa sedih dan sepi, ditemani dengan rintihan suara Vernon yang membuat saya merinding. "Holocene" barangkali lagu Bon Iver yang paling mainstream dan sering dipakai untuksoundtrack film atau serial televisi (Trivia: Buat saya penggunaan "Holocene" terbaik sebagai soundtrack masih dipegang oleh film The Judge (2014)). In a way, membaca The Beginning of Everything mengingatkan saya banyak akan lagu Bon Iver ini, terutama bagian akhir cerita yang memancarkan rasa kesedihan yang sangat vivid.

The Beginning of Everything mungkin tidak menawarkan sesuatu yang baru dalam khazanah novel young adult kontemporer. Karakter yang quirkydengan dialog yang witty, yang seakan-akan sudah menjadi trademark dari novel young adult kontemporer. Remaja-remaja hipster yang mendengarkan Vampire Weekend atau Bon Iver, seakan-akan mereka merasa terlalu keren untuk dunia ini. Selipan-selipan referensi pop cultureyang obscure dan tidak terkenal. Itu yang membuat The Beginning of Everything ini terasa "aman" dan "nyaman" buat saya. Tidak banyak letupan-letupan emosi yang bikin saya tergugah, karena memang karakter-karakter yang ada di buku ini semuanya memang template tipe karakter kesukaan saya. Tapi saya suka sekali dengan dialog-dialog lucu--yang harus saya akui, terasa kaku ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia--yang karakternya lontarkan, terasa hidup dan segar, dan membuat saya bertanya-tanya bagaimana bahasa Inggris-nya. 

Schneider menyiapkan sebuah twist sederhana di ujung cerita, yang kalau boleh jujur, tidak bisa saya tebak, secara sempurna. Saya sudah menduga sebagian penyebabnya, tetapi tidak bisa menebak cerita utuhnya. Tapi ini juga yang membuat The Beginning of Everything ini terasa kurang menggigit dan kompleks. Satu hal yang menarik buat saya adalah bagaimana GPU tetap membiarkan AP (advanced placement), tetapi menerjemahkan (American) football menjadi futbol. Mungkin bisa saya gunakan satu saat nanti. 

Well singkatnya, The Beginning of Everything adalah sebuah cerita young adult yang lumayan manis, tetapi meskipun sampulnya menampilkan gambar roller coaster yang meliuk-liuk, buku ini sendiri kurang meliuk-liukkan emosi saya. 

Naon. 
Previous
Next Post »